7 February 2025
HomeBeritaWalhi Sebut Zat-Zat Beracun dari Insinerator Mayora Bisa Sebabkan Kanker dan Cacat...

Walhi Sebut Zat-Zat Beracun dari Insinerator Mayora Bisa Sebabkan Kanker dan Cacat pada Bayi

SHNet, Jakarta-Insinerator milik PT Mayora Indah Tbk yang disegel Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru-baru ini ternyata mengeluarkan zat-zat beracun ke lingkungan masyarakat. Hal ini membuat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), sebuah organisasi gerakan lingkungan hidup terbesar di Indonesia, meminta KLHK untuk segera melakukan audit.

“Pembakaran limbah sampah itu bukan hanya emisi yang dikeluarkan, bukan hanya polusinya, bukan hanya kayak karbon atau partikel, tapi yang dikeluarkan itu juga zat-zat beracun yang mematikan seperti dioksin dan furan. Makanya pembakaran sampah itu dianggap serius dan dilarang,” ujar Juru Kampanye Walhi, Anca .

Menurutnya, dua zat yang paling beracun itu bisa menyebabkan penyakit kanker bagi masyarakat sekitar yang menghirupnya. Pada konsentrasi yang cukup besar dan dalam jangka waktu lama, kata Anca, senyawa dioksin dan furan itu bahkan bisa menyebabkan kecacatan pada bayi yang baru lahir.

Karenanya, lanjut Anca, KLHK harus menindaklanjutinya dengan melakukan audit atau pendataan ke masyarakat yang berdampak atau adanya perubahan-perubahan kesehatan yang terjadi di masyarakat. Selain itu, juga meminta pihak Mayora untuk bertanggung jawab atas tindakannya tersebut.

Dia mengatakan untuk membuktikan dampak dari zat-zat berbahaya seperti dioksin dan furan itu sebetulnya tidak sulit melacaknya. Pembuktiannya bisa dilakukan dengan meneliti telur ayam di sekitar Mayora ke laboratorium. “Jika telur itu terbukti mengandung dioksin dan furan, berarti ada potensi tercemarnya itu sudah kemana-mana, bahkan mungkin sudah bisa menjangkit ke manusia. Itu yang perlu dicari tahu dan harus dipertanggungjawabkan oleh Mayora,” katanya.

Makanya, lanjut Anca, penggunaan insinerator untuk pembakaran sampah itu harus diawasi secara ketat. Apalagi, menurutnya, KLHK juga sudah mewajibkan, setiap perusahaan untuk membuat peta jalan pengurangan sampah plastik dan bukan membakarnya. “Nah, pertanyaannya adalah apakah Mayora sudah mengikuti instruksi dari KLHK itu? Jadi, itu semua sebetulnya sudah ada pengaturannya,” ucapnya.

“Yang diminta KLHK itu bukan dibakar, yang diminta adalah sampahnya dikelola, sampahnya itu didaur ulang. Itu yang tertuang dari Undang-Undang Sampah sampai ke Permen KLHK. Produsen itu harus menggunakan kemasan yang ramah lingkungan, bisa didaur ulang atau bisa terurai secara alami oleh alam,” cetusnya lagi.

Sebelumnya diberitakan, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan dan Pengendalian Pencemaran Udara Wilayah Jabodetabek telah menindaklanjuti aduan terkait emisi asap hitam dari cerobong Industri Makanan Mayora di Tangerang. Pengaduan tersebut diterima oleh Direktorat Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi LHK pada Minggu, 10 September 2023.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan sekaligus Ketua Satgas Pengendalian Pencemaran Udara Wilayah Jabodetabek, Rasio Ridho Sani, menjelaskan Satgas telah melakukan verifikasi pengaduan ke lokasi kegiatan Mayora. Satgas menemukan Mayora mengoperasikan dua unit insinerator yang digunakan untuk membakar bahan dan produk reject dan tidak terlingkup dalam dokumen lingkungan serta tidak memiliki Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional Pemenuhan Baku Mutu Emisi.

Untuk menghentikan dampak serius terhadap lingkungan, Satgas KLHK melakukan penghentian dengan melakukan pemasangan garis PPLH serta pemasangan papan/plang Peringatan Larangan Kegiatan Apa Pun Terhadap Fasilitas tersebut.

Atas pelanggaran ini, Rasio Sani mengatakan KLHK akan segera mengambil langkah hukum secara tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Mayora. Dia juga menegaskan bahwa akan segera mengenakan sanksi administrasi paksaan pemerintah berupa penghentian kegiatan. “Kami juga sudah meminta pengawas untuk mendalami lebih lanjut apabila ada indikasi pidana untuk segera berkoordinasi dengan penyidik dan kuasa hukum untuk upaya penegakan hukum pidana dan perdata,” tuturnya.

Katanya, perusahaan yang terindikasi melakukan pencemaran udara atau melewati baku mutu udara sebagaimana tercantum pada Pasal 98 ayat 1 UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diancam pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 10 miliar.

Di menambahkan sebagai perusahaan publik di tengah permasalahan buruknya kualitas udara di Jabodetabek ini, seharusnya Mayora harus bertanggung jawab untuk mengendalikan udara emisi. “Bukan membiarkan kegiatannya menimbulkan asap hitam yang dapat mencemari udara dan mengganggu kesehatan masyarakat,” katanya. (cls)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU