SHNet, Jakarta- Para pemikir kenegaraan lintas zaman dan lintas mazhab cenderung menyepakati hubungan integral antara negara dan pengetahuan. Negara sendiri didefinisikan sebagai organisasi rasional dari masyarakat.
Bahkan, Hegel menyatakan bahwa negara merupakan penjelmaan dari pikiran. Michel Foucault menegaskan, “Pemerintah, oleh karena itu, memerlukan lebih dari sekadar usaha mengimplementasikan prinsip-prinsip umum pemikiran, kebijaksanaan, dan kehati-hatian. Pengetahuan spesifik juga sangat diperlukan: pengetahuan yang konkret, tepat, dan terukur.”
Demikian dikemukakan intelektual Yudi dalam postingan instagramnya terkait dengan diterbitkan kembali buku karyanya berjudul “Inteligensia Muslim dan Kuasa: Geneologi Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20”
Menurut Yudi Latif, membanguan negara harus melalui cara bagaimana kedaulatan menyatakan dirinya dalam bidang pengetahuan. Negara dapat dipandang sebagai mesin-pengumpul kecerdasan (intelligence-gathering machine).
“Kedekatan antara negara dan kecerdasan, dan bahwa keselamatan negara ditentukan oleh kecerdasan, terlihat dari pemahaman umum yang cenderung mengaitkan istilah “intelijen” dengan badan inteligen negara, seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS), dan sejenisnya,” katanya.
Lebih lanjut dikemukakan Yudi, sebuah negara yang dibangun tanpa landasan kecerdasan dan pengetahuan tak ubahnya seperti istana pasir. Oleh karena itu, jika demokrasi kita maksudkan sebagai jalan kemaslahatan bangsa, maka jalan demokrasi padat modal finansial harus dihentikan lewat cara membangun demokrasi-hikmat kebijaksanaan berbasis “modal moral” (moral capital), dgn memulihkan peran inteligensia dalam politik di bawah kepemimpinan moral intelektual organik.
Studi yang Tak Ada Bandingnya
Sementara James J. Fox dalam pengantarnta mengatakan, buku “Inteligensia Muslim dan Kuasa: Geneologi Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20”, karya Yudi Latif, merupakan sebuah studi dengan lingkup dan signifikansi yang luas dan penting. Studi sejenis ini tak ada bandingannya dalam kelimpahan khazanah literatur tentang Indonesia.
Dengan mempertimbangkan cakupan yang luas dan argumen historis yang kritis, buku ini harus menjadi bacaan wajib dalam upaya memahami masyarakat Indonesia dan perkembangan politiknya terkini.
Sebagai sebuah kajian sosiologis yang fundamental, Lanjut James Fox, buku ini mendefinisikan dan menemukan subjeknya sendiri. Fokusnya adalah pada “inteligensia” Muslim Indonesia. Argumennya adalah bahwa “stratum” masyarakat ini—yang jarang diidentifikasi seperti itu oleh para penulis lain—telah menyediakan wacana Islam kritis dalam ruang publik yang memungkinkan Muslim untuk mendefinisikan diri mereka sendiri dan memberikan arah kepada bangsa Indonesia. Kajian ini menawarkan sebuah persepsi baru terhadap sejarah Indonesia, dengan memperhitungkan baik (sur)