27 April 2025
HomeBeritaKabareskrim Komjen Wahyu Widada, Perilaku Korupsi Bagaikan Penyakit Menular

Kabareskrim Komjen Wahyu Widada, Perilaku Korupsi Bagaikan Penyakit Menular

SHNet, Jakarta – Kabareskrim Komjen Wahyu Widada mengatakan, perilaku korupsi bagaikan penyakit menular yang bergerak perlahan tapi mematikan dan dapat menyebabkan kerusakan di masyarakat serta memperlambat kemajuan ekonomi, investasi, dan meningkatkan angka kemiskinan.

Hal ini dikatakannya saat Jenderal bintang tiga ini menjadi pembicara dalam Konferensi Hukum Nasional 2023 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (25/10/2023).

Kabareskrim berharap acara ini menjadi solusi meningkatkan indeks persepsi korupsi Indonesia.

Wahyu menjelaskan tindakan korupsi diklasifikasi sebagai pemakan rumput (grass eater) dan pemakan daging (meat eater). Meski berbeda, dia mengatakan tindakan korupsi merupakan sikap berbahaya.

“Kalau dosen saya dulu di PTIK, di Akpol, mengatakan korupsi itu ada yang bisa dikatakan grass eater dan meat eater. Kalau grass eater itu ya korupsi yang ibaratnya kecil-kecilan. Tapi ada juga yang benar-benar rakus kayak vacuum cleaner, semuanya disedot. Ini berbahaya dua-duanya, tidak boleh,” terang Wahyu.

Kemudian, Wahyu mengatakan korupsi juga terjadi karena ada kesempatan. Wahyu menegaskan sikap antikorupsi menjadi keputusan diri masing-masing.

“Kemudian karena ada kesempatan, tidak mungkin orang yang menduduki jabatan untuk tidak korupsi. Kalau saya sebagai ustaz di kampung korupsi apa yang mau saya lakukan tidak mungkin. Tapi kalau saya sebagai pejabat ruang itu ada, tinggal mau atau tidak, semua tergantung bagaimana kita membangun diri masing-masing,” tuturnya.

Wahyu Widada mengakui misal masih ada oknum anggota kepolisian yang bersikap koruptif, perilaku korupsi disebabkan masalah sifat rakus.

“Kalau kita bicara penyebab korupsi sebenarnya lebih banyak pada masalah greedy saja, masalah rakus. Ada orang yang mengatakan korupsi karena tekanan, tekanan apa? Gajinya kecil? Ada juga orang yang gajinya kecil tidak korupsi,” kata Wahyu.

Lanjut Wahyu, kepolisian sudah melaksanakan reformasi kepolisian sejak 1997 di bidang instrumental, struktural, dan kultural. Dia mengatakan pemberantasan perilaku koruptif menjadi pekerjaan rumah (PR) kepolisian.

Dia mengatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan untuk menindak tegas anggota yang korupsi. Dan di sisi lain, Kapolri memerintahkan pemberian penghargaan terhadap anggota yang bekerja keras.

“Yang berat memang kultural, 245 ribu anggota Polri tidak mudah. Semua langkah-langkah sudah dilakukan. Pak Kapolri sendiri sudah memberikan penekanan penegakan, tindak tegas terhadap mereka yang melakukan tindakan koruptif dan berikan reward kepada mereka yang bisa bekerja dengan baik,” kata Wahyu.

“Tapi ya tidak (mudah), masih terus ada terus ada. Ini tidak mudah, menjadi PR kita bersama,” sambungnya.

Dia mengatakan kepolisian ‘tidak menggunakan sapu yang kotor’ untuk membersihkan internal. Wahyu mengatakan para pejabat Polri diinstruksikan untuk patuh mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

“Jadi tidak semua anggota polisi harus mengisi anggota LHKPN. Tapi ada juga penyidik, kemudian juga para KPA, PPK, bendahara itu harus mengisi LHKPN. Tingkat kepatuhannya saat ini sudah mencapai 95 (persen), sekian persen. Cukup dan tentunya akan terus kita tingkatkan,” ujarnya.

Selain itu, Polri memperkuat pengawasan dalam rangka penyidikan maupun pembinaan fungsi. Dia mengatakan Polri membangun pengawasan melekat dan fungsional dan struktural.

“Ini sesuai apa yang disampaikan Pak Kapolri dalam visinya yaitu peningkatan penguatan pengawasan. Salah satunya yang dilakukan dengan melaksanakan membuka pengaduan langsung dari masyarakat melalui Dumas Presisi,” paparnya.

“Saat ini banyak sekali pengaduan yang masuk, termasuk terhadap instansi kami sendiri. Bareskrim diadukan, tidak masalah. Anggota polisi yang nakal diadukan, untuk bersih-bersih itu suatu hal yang baik,” tandasnya. (mayhan)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU