SHNet, Jakarta-Pemerintah bakal menindak tegas akun-akun di sosial media yang menyebarkan hoaks terkait produk-produk yang disinyalir terkait Yahudi. Tak tanggung-tanggung, pemerintah melalui kementerian komunikasi dan informatika (kominfo) akan meminta penutupan akses terhadap akun penyebar hoaks.
“Kalau sudah fix itu hoaks maka kami akan minta platform untuk men-take down kontennya,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo Usman Kansong di Jakarta.
Usman melanjutkan, pemerintah kemudian akan mengidentifikasi akun penyebar konten tersebut. Dan kalau akun itu identifikasi memang suka dan dengan sengaja menyebarkan berita bohong atau ujaran kebencian maka pemerintah akan meminta platform media sosial untuk memblokir akun dimaksud.
Dia melanjutkan, kebijakan tersebut juga berlaku bagi buzzer dan influencer yang kerap menyebar berita bohong. Menurutnya, ajakan boikot produk tertentu memang kerap muncul saat konflik di Palestina-Israel sedang memanas. Ajakan boikot akan mereda saat eskalasi konflik menurun.
Namun, di tengah kondisi tersebut ada beberapa pihak yang dengan sengaja menyebar hoaks bahwa produk tertentu terafiliasi dengan Israel. Padahal, produk dimaksud merupakan hasil produksi anak bangsa. Ajakan boikot tersebut disertai dengan saran untuk membeli produk lain yang merupakan kompetitor.
Usman mengatakan, pemerintah saat ini memiliki tiga mekanisme pemantauan. Pertama, dengan menggunakan kecerdasan buatan yang disebut automatic identification system (AIS) untuk mencari informasi bohong yang ada di media sosial atau dunia maya lain secara otomatis.
Kedua, patroli siber menggunakan sumber daya manusia yang bekerja secara tim dan dibagi dalam tiga shift secara bergantian selama 24 jam memantau media sosial. Ketiga, adalah laporan masyarakat.
“Jadi dengan tiga mekanisme itu kami akan identifikasi dan pelajari, kalau memang fix hoaks atau ujaran kebencian kami maka kami akan minta platform untuk men-take down,” katanya.
Seperti diketahui, tentara Israel saat ini tengah melakukan serangan ke Palestina. Akibatnya, popularitas gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) semakin meningkat di beberapa negara.
BDS adalah gerakan boikot dari konsumen guna meyakinkan para pelaku perdagangan di seluruh dunia untuk berhenti menjual produk asal Israel. BDS juga bertujuan untuk memberikan tekanan ekonomi kepada Israel agar memberikan hak setara kepada Palestina.
BDS kerap digaungkan setiap ada konflik politik di Timur Tengah terhadap produk-produk yang dianggap berafiliasi dengan Israel. Namun, sebagian publik kurang mendapatkan informasi bahwa boikot dilakukan terhadap produk yang tidak terkait terhadap konflik politik.
Sayangnya, di Indonesia isu boikot bisa jadi ditunggangi oleh kepentingan persaingan usaha. Ajakan boikot kerap diikuti dengan seruan membeli produk tertentu.
Padahal, beberapa produk yang lahir dan besar di Indonesia seperti Aqua, susu SGM, susu Dancow, es krim Walls atau susu Ovaltine kerap menjadi korban ajakan boikot karena diduga ikut membiayai konflik timur tengah. Padahal tuduhan tersebut tidak benar.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur (PWNU Jatim) KH Marzuki Mustamar mengungkapkan alasan NU tidak pernah melarang boikot produk tertentu. Dia berpendapat bahwa sedikit banyak, pada akhirnya masyarakat Indonesia masih membutuhkan produk-produk asing.
Dalam sebuah pengajian, dia menjelaskan bahwa ajakan boikot produk asing semisal Danone Aqua, Nestle atau lainnya itu pada akhirnya yang tidak dibeli hanya satu produk saja. Setelah diselidiki, sambung dia, misal Aqua ternyata merupakan produk dalam negeri.
“Ujung-ujungnya ada udah di balik peyek. Jangan beli itu tapi beli ini, ya sama saja kan,” katanya.
Dia melanjutkan, belum lagi misal boikot yang dilakukan terhadap Aqua juga akan berdampak pada kesejahteraan pegawai pabrik yang mayoritas juga masyarakat muslim. Artinya, sambung dia, apabila diboikot maka yang akan terkena banyak PHK adalah warga muslim.
“Jadi saya mohon jangan menuruti emosi, karena nanti Indonesia yang merugi,” katanya. (Rudy)