18 April 2024
HomeBeritaProf. Ningrum: BPOM Harus Perhatikan Dampak Kebijakan Pelabelan BPA Galon Guna Ulang...

Prof. Ningrum: BPOM Harus Perhatikan Dampak Kebijakan Pelabelan BPA Galon Guna Ulang ke Persaingan Usaha

Jakarta-Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan pakar hukum persaingan usaha, Prof. DrNingrum Natasya Sirait, SH. M.Li meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak hanya membuat kebijakan dengan melihat sisi kesehatan saja, tapi harus juga memperhatikan dampaknya terhadap potensi terjadinya persaingan usaha. Dalam hal ini, kebijakan BPOM itu harus merujuk kepada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 yang sudah diubah ke UU Nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Artinya, kata Ningrum, dalam merevisi atau membuat sebuah kebijakannya, BPOM harus melakukannya berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan serta memiliki kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan. Selain itu, materi muatannya juga harus mencerminkan asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ik, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

“Jadi, membuat peraturan itu nggak bisa sembarangan. Ada naskah akademiknya, ada penelitiannya, dengar pendapatnya, tidak gampang lah pokoknya,” tukas Ningrum.

Dia menuturkan persaingan usaha itu ada yang namanya natural barrier to entry dan artificial barrier to entry.  Yang natural, menurut Ningrum, itu harus dipenuhi oleh para pelaku usaha sesuai dengan kebutuhan industri. Tapi, lanjutnya, yang artificial ini suka sekali ada regulasi-regulasi yang menjadikan orang ada beban untuk dia masuk ke dalam satu pasar.

Dia mencontohkan seperti kebijakan BPOM terkait pelabelan “berpotensi mengandung BPA” pada galon guna ulang. Menurutnya, kebijakan ini jelas akan menaikkan biaya dari industri yang menjual galon guna ulang.  “Peraturan ini jelas akan menjadi satu level beban yang akan dihadapi pelaku usaha yang memproduksi air kemasan galon guna ulang,” tuturnya.

Kenapa kebijakan BPOM ini bisa terjadi, menurut Ningrum, itu karena berbagai lembaga dan kementerian belum banyak dibekali dengan apa yang disebut dengan competition checklist. “Akibatnya, peraturan-peraturan itu akan menjadi beban bagi industri dan akan berdampak kepada daya saing suatu perusahaan karena dia memerlukan biaya produksi ini dan itu. Belum lagi bertanding soal iklan,” ucapnya.

Dia mengatakan membuat kebijakan dengan melihat sisi kesehatannya itu tidak salah. Tapi, lanjutnya, dampak peraturannya juga harus mempertimbangkan sisi persaingan usahanya yang dimunculkannya.

“Dalam rangka kesehatan boleh-boleh saja untuk jadi pertimbangan dalam membuat kebijakan. Tetapi, tetap harus dilihat juga dampaknya terhadap persaingan usaha,” katanya.

Jadi, dia menyarankan agar lembaga-lembaga instansi negara seperti BPOM, harus dibekali dengan competition checklist itu.  “Memang pembuatan peraturan itu nggak dibayar. Tapi kan kalau peraturan itu ada dampak pada ekstra beban untuk yang namanya output dari suatu produksi, itu akan berdampak kepada industri itu untuk bersaing dengan produk lainnya yang sejenis,” tukasnya.

Sebelumnya, Direktur Kebijakan Persaingan KPPU, Marcellina Nuring Ardyarini, mengatakan KPPU mengendus adanya potensi persaingan usaha tidak sehat dalam revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang hanya fokus untuk melabeli “berpotensi mengandung BPA” pada galon guna ulang. Karenanya, KPPU meminta agar ikut dilibatkan dalam pembahasannya.

Menurut Marcellina, KPPU akan melakukan analisa lanjutan dengan meminta pendapat dari para pakar atau ahlinya, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Pelaku usaha juga akan diundang jika memang nantinya diperlukan untuk memetakan mengenai struktur industri dan bagaimana persaingan di industri tersebut. “Jadi, kita ingin melihat di situ secara komprehensif bagaimana kebijakan tersebut, apakah ada potensi memfasilitasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau tidak. Kita juga akan melihat pengaturan BPA ini di negara-negara lain untuk dijadikan dasar sebagai bahan-bahan kami dalam melakukan analisis untuk kemudian menentukan bagaimana sisi persaingannya,” tuturnya. (cls)

 

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU