SHNet,Jakarta- Guru besar sejarah Universitas Amsterdam, Prof.Dr. Saskia F Wieringa menegaskan, proses pemulihan kasus-kasu terkait peristiwa 1965 memang butuh proses pengadilan, meski hal itu sangat sulit dilakukan di Indonesia.
“Saya tahu dan paham, untuk mewujudkan adanya peradilan terkait peristiwa ’65 sangat sulit, tapi kita harus terus mengupayakan. Jangan lelah dan mulailah mewacanakan ini terus menerus agar suatu saat bisa terlaksana,”ujar Saskia ketika membedah buku karya Magdalena Sitorus tentang tahanan politik perempuanbernama Utati, Jumat malam (8/10).
Buku berjudul “Onak dan Tari di Bukit Duri” mengisahkan kehidupan istri Koeslah Soebagyo Toer saat ditahan selama 11 tahun di Penjara Wanita Buit Duri, kawasan Jatinegara, Jakarta Timur antara 1968-1979.
Melalui zoom dari Belanda, Saskia mengaku terharu membaca naskah buku tntang Utati ini. Ia pun mempertanyakan, “Apa salah Utati sehingga dipenjara tanpa proses peradilan? Salahnya apa?”katanya smabil mengatakan bahwa semua organisasi saat tahun 1960 seperti Gerwani, PKI dan lain-lain adalah sah, illegal.
Dalam pembahasannya, Saski mengingatkan para ktivis penyintas ’65 untuk menghindari kata ‘korban’ ‘salah tangkap’ dan juga ‘tragedi’. Yang jelas ada korban dan juga ada pihak yang memanfaatkan situasi politik tahun 1965 itu.
Utari sendiri berharap, buku tentang pengalamannya selama di Penjara Wanita Bukit Duri 11 tahun, berjudul “Onak dan Tari di Bukit Duri” yang ditulis Magdalena Sitorus menjadi penyeimbang informasi tentang stigma yang selama ini dilekatkan kepada dirinya dan juga ribuan penyintas 1965.
“Ya, saya berharap, buku tentang saya ini jadi sumbangan kecil untuk keseimbangan informasi yang masih beredar. Sebab selam ini masalah kejelekan yang dituduhkan pada kami masih ada,” ungkap Utati yang gini berusia 77 tahun.
Dalam bedah buku yang dihadiri sekitar 130 an peserta dari berbagai belahan daerah, paparan menarik juga diungkapkan Ketua Komnas Ham, Andy Yentriyani, Ketua Ruang Arsip dan Sejarah Perempuan (RUAS) Ita F Nadia, dan dosen sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Dr.Baskara T. Wardaya.
Di akhir acara, diperdengarkan lagu “Ibu” karya Utati yang menggambarkan kerinduan Utati ada sanga bunda, karena tak bisa melihat, mendengar kabar selama ia dipenjara. Lagu yang menyayat dan penuh makna. (sur)