SHNet, Jakarta- Masyarakat di era digital dimanjakan dengan akses informasi yang terbuka luas untuk memudahkan segala macam sendi kehidupannya. Namun, ada tantangan yang harus dihadapi masyarakat dengan kemudahan itu yakni bingkai budaya untuk memfilter segala dampak negatif dari akselerasi teknologi dan internet.
“Budaya digital hadir untuk memperkuat karakter budaya bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia dalam penggunaan media digital, bukan untuk memecah belah kesatuan warna di dunia maya,” ujar Tiffany Eugene, Senior Human Capital Character Management at Power Character saat webinar Literasi Digital wilayah Kota Bogor, Jawa Barat I, pada Selasa (15/6/2021).
Menurut Tiffany perubahan yang paling terasa saat pandemi dengan adanya percepatan digitalisasi adalah kemudahan di sisi penggunaan waktu dan jarak yang dulunya terbatas. Sebelumnya bila sebuah rapat hanya bisa dilakukan dua atau tiga kali dalam sehari, maka dengan adanya rapat online tanpa jeda pekerjaan menjadi lebih efisien dan bisa dilakukan tanpa harus hadir, maupun terkena dampak kemacetan.
“Namun itu juga akan ada kaitannya dengan mental health, ini membantu sekaligus mengkhawatirkan. Online terus, dua pekerjaan yang sama, meeting bisa 5 hingga 6 zoom meeting jika tidak diimbangi budaya, bisa makin stress,” kata Tiffany.
Di sisi budaya dari gaya parenting sendiri, orang tua dulu biasa bertanya ke orang terdekat. Dengan adanya dunia digital sekarang para orang tua muda lebih banyak membuka google saat tidak tahu sesuatu, sehingga digitalisasi memang mempengarhi segala aspek.
Lalu denga perubahan ini apa yang harus dilakukan? Tiffany menyebut harus beradaptasi dari sisi budaya. Idealnya saat budaya baru harus berbentuk, jadilah warga digital yang sesuai dengan nilai-nilai, kalau di Indonesia dari Pancasila netizen yang punya nilai-nilai kebangsaan.
Budaya diketahui merupakan pola atau cara hidup yang terus berkembang oleh sekelompok orang dan diturunkan pada generasi berikutnya. Tiffany mengajak orang Indonesia untuk berkaca dengan negara Korea Selatan yang bisa memviralkan budayanya di dunia digital. Hingga hampir seluruh dunia tahu apa makanan terkenalnya serta segala hal berbau budaya yang dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi masyarakat.
“Masyarakatnya supportif dengan budaya di negara mereka sendiri. Korsel juga bisa pulih ekonominya drastis di awal tahun 2000-an karena drama dan k-pop,” sebut Tiffany. (Stevani Elisabeth)