Jakarta– Mantan Anggota Komnas HAM dan Aktivis Kemanusiaan, Natalius Pigai mengatakan, klarifikasi Bupati Merauke Romanus Mbaraka sebaiknya disampaikan saat proses hukum saja.
“Klarifikasi tidak bisa menyelesaikan perbuatan pidana. Karena pernyataannya adalah bukti petunjuk pidana korupsi kebijakan maka mesti diproses hukum. Klarifikasi di proses hukum saja,” jelas Natalius Pigai kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/7/2022).
Dia mengatakan, perbuatan tersebut telah menyebabkan kerugian pada pihak lain yakni Kewenangan Otsus Papua diamputasi. Menurut Natalius, pihak yang dirugikan adalah rakyat Papua, Pemprov Papua, MRP dan DPR Papua.
Kewenangan ini, jelas Natalius, diraih dengan darah rakyat Papua, kemudian ditarik hanya begitu sederhana melalui skandal besar yang mengubah norma hukum melalui cara-cara korupsi.
Menurut Natalius, proses hukum mesti melalui MKD DPR RI, proses pidana dan judicial review membatalkan UU Otsus dan DOB karena indikasi dugaan skandal korupsi.
“Negara mesti dengar suara rakyat Papua. Ibu Mega saja menolak UU DOB artinya ini patut diduga ada kepentingan elit tertentu di Jakarta dan di Papua bukan demi NKRI,” tegas Natalius Pigai.
Sebelumnya diberitakan, Bupati Merauke blak-blakan mengisahkan perjuangannya meloloskan UU pembentukan provinsi baru, karena harus mengeluarkan sejumlah uang yang tidak disebutkan jumlahnya. Bahkan, untuk meyakinkan kebenaran ucapannya, Bupati terlebih dahulu menyebut Tuhan.
“Saya hubungi anggota DPR. Bayarnya mahal. Kalau saya sebut, nanti KPK tangkap saya. Saya mengubah pasal. Saya harus mengubah kewenangan provinsi ditarik ke pusat,” katanya.
Di video itu, Bupati mengisahkan bagaimana harus mengeluarkan uang dan melakukan komunikasi dengan anggota DPR RI untuk mengubah pasal pemekaran.
Setelah penggalan pidatonya viral di media sosial dan media massa, Bupati Merauke membantah ucapannya sendiri dan menyalahkan pihak lain.(dd)