Jakarta- Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara memprotes Jaksa Agung karena menangkap Advokat berinisial DWW dengan instrumen pasal 21 UU Tipikor.
Protes itu disampaikan para advokat Perekat Nusantara Erick S. Paat, Mansyur Arsyad, Daniel T. Masiku, Petrus Selestinus dan Carel Ticualu melalui rilis yang diterima redaksi, Minggu (4/12/2021).
Seorang Advokat, kata Petrus Selestinus, karena tanggung jawab profesinya untuk memberikan pelayanan hukum yang terbaik bagi klien yang dibelanya selama proses hukum berlangsung. Untuk itu, Negara memberinya hak Imunitas yang melekat dalam diri seorang advokat dalam tugas pembelaan, baik di dalam maupun di luar persidangan.
Dia menjelaskan, karena prinsip hak imunitas seorang advokat dijamin oleh UU Advokat dan telah diperkuat bahkan diperluas dengan putusan Mahkamah Konstitusi serta praktek peradilan selama ini, maka Aparat Penegak Hukum lainnya wajib menghormati hak Imunitas setiap Advokat, dalam membela kliennya.
Untuk itu, jelas Selestinus, penangkapan di salah satu Mal di Jakarta, pada 01/12/2021, disertai penahanan terhadap Advokat DWW, oleh beberapa Aparat Kejaksaan dengan instrumen pasal 21 UU Tipikor, jelas merupakan tindakan sewenang-wenang, tindakan melampaui wewenang bahkan tindakan mencampuradukan wewenang yang dilarang oleh UU.
Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), menyampaikan “Protes Keras” kepada Jaksa Agung, atas penangkapan dan penahanan Advokat DWW, karena penangkapan dan penahanan DWW, dikaitkan denga tugasnya dalam membela klien dalam perkara tindak pidana korupsi, atas alasan apapun tidak dibenarkan.
Perekat Nusantara menolak tindakan penangkapan dan penahanan terhadap Advokat DWW tanggal 01 Desember 2021 karena, Pertama, DWW tidak dapat dikenakan tuduhan merintangi penyidikan atas alasan mengarahkan saksi agar tidak memberi keterangan, karena DWW adalah Kuasa Hukum untuk mendampingi kliennya sebagai saksi yang bersifat konsultatif dan nasihat hukum.
Kedua, DWW sebagai advokat tidak memiliki otoritas untuk mengekang para saksi agar tidak memberikan keterangan, apalagi memberi keterangan sebagai saksi menurut pasal 1 angka 26 KUHAP menyatakan “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan”.
Ketiga, karena itu jika seorang saksi menolak memberikan keterangan kepada penyidik hal itu bukan salah advokat, melainkan salah penyidik, karena tidak profesional.
Keempat, menjadi saksi adalah “kewajiban” hukum setiap warga negara, tetapi memberi keterangan kepada penyidik hal itu adalah “hak” setiap saksi yang tidak boleh dikekang dengan cara apapun, karena prinsip peradilan menjamin pemeriksaan saksi harus dalam keadaan bebas, karena itu KUHAP menggunakan kata “dapat” bukan “wajib”.
Kelima, penilaian keterangan seorang saksi baru menjadi akat bukti, ketika seorang saksi memberikan keterangan di dalam persidangan dan pada tahap itulah hanya Majelis Hakim yang memiliki wewenang untuk menilai keterangan saksi, disertai wewenang melakukan upaya paksa jika saksi melakukan sumpah palsu.
Untuk itu, Perekat Nusantara meminta agar Kejaksaan Agung melepaskan Advokat DWW berikut 7 (tujuh) Kliennya dari tindakan penangkapan dan penahanan. Kejaksaan tidak boleh menerapkan cara-cara konvensional dalam praktek penegakan hukum, karena cara-cara itu tidak sejalan dengan ketentuan pasal 5 dan 7 KUHAP yaitu melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.(den)