Jakarta-Kepala Lapas Tahuna, Sangihe harus ditindak tegas karena sudah mempermalukan Institusi Kementerian Hukum dan HAM yang harusnya berada di garda terdepan dalam upaya-upaya penegakan HAM di Indonesia.
Hal itu disampaikan Pengacara berdarah Sangihe, Jeverson Petonengan dalam orasinya di depan Kantor Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas ) Kementerian Hukum dan HAM, Kamis lalu (17/11).
Menurut Pengacara asal Kampung Kaluwatu, Sangihe itu, ia sempat kecewa kepada institusi Ditjen PAS. Untuk itu, Jeverson menuntut keseriusan Menteri Hukum dan HAM secara khusus Dirjen PAS menyikapi dan menindak tegas oknum-oknum sipir yang diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap Robison Saul yang berstatus tahanan titipan kejaksaan di Lapas kelas II B Tahuna, Sangihe.
Menurutnya, Robison Saul adalah pejuang yang berjuang membela kepentingan dan selamatkan pulaunya. Mempertahankan haknya atas sumber kehidupannya sebagai nelayan yang membutuhkan ikan-ikan yang sehat dari laut yang sehat pula.
“Dia adalah aktivis kemanusiaan dan lingkungan, bukan teroris jahat yang melakukan pembunuhan. Perlakuan yang diterima Robison Saul sangat tidak manusiawi di Lapas Tahuna, “ujarnya
Jeverson menuntut supaya Kepala Lapas Tahuna harus bertanggung jawab atas tindak kekerasan (penyiksaan) dengan tangan terborgol bahkan sampai sempat pingsan.
“Kalapas Tahuna telah mempermalukan Menteri dan Dirjen , sebab tidak bisa menjamin penegakkan aturan yang menjamin keselamatan para napi maupun tahanan titipan dibawah tanggungjawabnya termasuk saudara kami Robison Saul, “ tambah Jeverson Petonengan.
Petugas Arogan
Usai menyampaikan aspirasi dari Makamah Agung, massa Save Sangihe Island (SSI) bergerak berjalan kaki menuju kantor Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Ketika massa SSI yang berdatangan ke depan pintu gerbang kantor tersebut, dengan cepat beberapa petugas keamanan menutup pagar kantor tersebut.
Pimpinan aksi melakukan negosiasi, seorang pegawai yang terkesan arogan dan menyatakan bahwa semua pejabat-pejabat di dalam Gedung Ditjen Lapas berada di Bali menghadiri G20. Persoalan yang hendak disampaikan, silahkan disampaikan nanti dia yang akan meneruskan kepada pejabat yang berwenang.
Akan tetapi Andrie (Aktivis Kontras) dan Aditya dari Trend Asia yang merupakan Kuasa Hukum Robison Saul meminta untuk diterima di dalam ruangan agar lebih kondusif menyampaikan permasalahan yang menjadi harapan massa aksi SSI.
Sementara itu, Agustinus Mananohas, juga kembali berorasi dengan memberikan gambaran tentang kerasnya perjuangan yang harus dilakoni masyarakat Sangihe untuk menyelamatkan ruang hidup.
“Robison Saul adalah seorang nelayan yang berani dan gigih berjuang menentang beroperasinya PT. TMS. Di setiap aksi-aksi penolakan alat berat (bor) yang hendak dimobilisasi oleh TMS ke base camp mereka di kampung Bowone. Isong (nama panggilannya) adalah orang yang selalu berdiri di barisan terdepan demi keselamatan
pulau Sangihe,” kata Kakek berusia 77 Tahun .
“Kami bersama bertekad untuk melawan kebijakan negara yang akan membuat kami dan anak cucu kami akan menderita di masa depan. Proses hukum yang sangat berlebihan dengan penahanan sejak 30 Juni 2022 sampai sekarang ini, terhadap teman kami Isong, adalah upaya pembungkaman perjuangan rakyat, yang dilakuan oleh oknum-oknum APH agar mendatang rasa takut bagi masyarakat yang berjuang menolak PT.TMS.” tambah Kakek asal Salurang yang sengaja datang ke Jakarta untuk mencari keadilan.
Tapi bagi seorang Opa Agustinus Mananohas, penangkapan Robison Saul oleh Polres Sangihe yang kemudian dilanjutkan penahanannya di Lapas klas II B Tahuna tidak akan mematahkan semangat kelompok pejuang Save Sangihe Island.
Kami tetap berdiri tegak dan akan terus mencari keadilan bagi rekan kami yang dikenakan pasal UU Darurat hanya karena membawa pisau besi putih yang masih tersimpan utuh dalam sarungnya, tidak digunakan untuk mengancam siapapun.
Tidak ada yang pelapor yang merasa diancam oleh Robison Saul pada kejadian penolakan alat bor PT.TMS tanggal 14 Juni 2022 di kampung Salurang, Sangihe. Pisau tersebut, diambil oleh 2 orang oknum anggota TNI dalam jaket Robison Saul kemudian diserahkan kepada polisi yang bertugas di Polsek Tabukan Selatan, dimana dalam kesehariannya oknum petugas tersebut juga sering terlihat bertugas sebagai penjaga base camp TMS di Bowone dan wilayah sekitarnya serta selalu menjaga aktivitas operasional PT. Tambang Mas Sangihe (PT.TMS).
Ketika massa aksi sedang bergantian berorasi, akhirnya pihak Ditjen Pas meminta 4 orang utusan untuk masuk menjelaskan tujuan aksi. Adapun perwakilan yang masuk ke dalam Kantor Ditjen Lapas adalah : Jull Takaliuang dari SSI, Andrie dari Kontras, Aditya Nugroho dari Trend Asia dan Muhammad Jamil dari JATAM.
Utusan massa aksi SSI diterima oleh 2 pejabat yaitu Muchlisin dan Andri beserta humasnya di teras samping kantor Ditjen Lapas.
Aditya, sebagai kuasa hukum Robison Saul menyampaikan perihal fakta-fakta yang terjadi terhadap Robison Saul, sebagai kuasa hukum maupun keluarga (isteri) tidak diizinkan bertemu meskipun sudah lewat masa karantina.
Padahal status Robison masih tahanan titipan dan belum menjadi napi. Berbagai macam alasan yang dikemukakan pihak Lapas yang tujuannya hanya untuk tidak mempertemukan Robison dengan pihak lain yang diduga kuat untuk menyembunyikan fakta agar tanda luka dan memar /lebam yang masih terlihat di wajah dan bagian tubuh Robison Saul tidak terungkap ke publik.
Surat pengaduan terkait masalah ini sudah dikirimkan oleh kuasa hukum sejak tanggal 18 Oktober 2022.
Sudah lebih dari 14 hari seperti yang sudah dijelaskan oleh Andri, bahwa proses tindak lanjut pengaduan yang masuk ke Ditjen Lapas harus ditindaklanjuti tidak sebelum 14 hari setelah surat pengaduan masuk.
“PakAndri menjelaskan bahwa Kasus Robison sudah sementara ditangani dan akan segera ada tindak lanjutnya untuk memanggil pihak-pihak yang bertanggung jawab di jajarannya.
Apabila ditemui terlah terjadi kesalahan atau pelanggaran maka pasti akan ada sangsi kepada oknum tersebut,”ujar Kuasa Hukum Robinson Saul, Andrie dan Aditya Nugroho.
Sementara itu, di depan Istana Begara, Massa aksi SSI bergabung dengan aktivis-aktivis HAM di Ibukota Jakarta yang rutin menggelar aksi ‘Kamisan’. Refleksi tentang perjuangan Save Sangihe Island (SSI) disampaikan oleh Jull Takaliuang.
Lalu dilanjutkan dengan orasi-orasi oleh aktivis-aktivis lainnya. Spanduk dan poster-poster Selamatkan Pulau Sangihe dan Bebaskan Robison tetap terpajang dengan rapi menghadap aparat yang bertugas di depan istana.( edl)