7 February 2025
HomeBeritaKesraTantangan Membangun Budaya Digital yang Positif

Tantangan Membangun Budaya Digital yang Positif

SHNet, Jakarta- Ruang digital kini menjadi sarana beraktifitas dalam berpartisipasi dan berkolaborasi tentang bagaimana setiap memanfaatkannya untuk produktif dan kreatif. Salah satunya menghasilkan produk budaya berupa konten positif apakah bentuk konkrit atau nilai-nilai yang mengarah pada Pancasila.

Namun ada tantangan untuk budaya bermedia digital saat ini yakni mengaburnya wawasan kebangsaan, menipisnya kesopanan dan kesantunan, serta kebebasan berekspresi yang kebablasan hingga berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan maupun menghilangnya batas-batas privacy.

Santi Indra Astuti, Dosen Universitas Islam Bandung saat webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, mengungkapkan Pancasila bukan tentang hafalannya, namun wujud dari tiap silanya. Seperti sila pertama cinta kasih, sila kedua mewujudkan kesetaraan dan solidaritas. Sila ketiga wujudnya harmoni keberagaman dan sila keempat perwujudannya dengan demokrasi, kebebasan berekspresi dan partisipasi. Kemudian sila kelima gotong royong dan tolong menolong.

“Nilai-nilai inilah yang membentuk kita sebagai masyarakat Indonesia dan kelihatannya harus sering dilatih,” kata Santi.

Berbicara mengenai budaya digital, maka ada pula hak-hak digital sebagai warga negara. Yakni menjamin akses digital, kebebasan berekspresi, perindungan privacy, serta kekayaan intelektual. Namun di mana ada hal tetap ada tanggung jawab, yakni dengan adanya batas-batas. Kebebasan berekspresi misalnya bagaimana menjaga reputasi orang lain juga menjaga keamanan bersama, ketertiban masyarakat, kesehatan maupun moral publik.

“Akses digital harus digunakan sebaik-baiknya. Yakni dengan mengakses sumber informasi yang valid, mengakses perangkat secara legal, dan mengakses program sesuai ketentuan. Misalnya yang sering menjadi masalah kebebasan berekspresi dan beropini, harus dilakukan dengan cara yang positif,” ujar Santi.

Lebih jauh Santi mengungkapkan, bahasa merupakan komunikasi, ekspresi dan merupakan identitas. Fungsi bahasa sendiri bertujuan untuk menyampaikan pesan atau memberi informasi, sebagai bentuk ekspresi dengan cara beropini hingga curahan hati yang merupakan identitas. Bahasa juga sebagai integrasi dan kontrol sosial untuk mengatur perilaku.

“Kita bebas berekspresi tapi jangan disalahgunakan. Karena ruang digital tetaplah ruang publik. Berbahasa yang baik akan menciptakan ruang digital yang beradap dan berbudaya,” tutur Santi.

Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat I, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hadir pula nara sumber seperti Dee Rahma Digital Marketing Strategist, R Panji Oetomo Penggiat Literasi Digital, dan Eko Juniarto Co-Founder Mafindo.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital. (Stevani Elisabeth)

 

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU